PENDAHULUAN
Salah satu pemanfaatan limbah peternakan adalah dengan mengolah limbah menjadi biogas. Kotoran ternak segar dari seluruh populasi ternak di Indonesia tahun 2009 sebanyak 88.714.888.170 juta ton/tahun, apabila diproses menjadi biogas (asumsi secara keseluruhan) akan menghasilkan biogas yang setara dengan minyak tanah sebanyak 4.331 juta liter/tahun dan menghasilkan pupuk organik kering sebanyak 34,6 juta ton/tahun (Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia, 2010).
Selain menghasilkan gas-gas mudah terbakar (combustible gases) yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi terbarukan, instalasi biogas juga menghasilkan limbah padat dan cair. Limbah padat dapat diolah menjadi kompos dengan cara dijemur dan dikemas sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Limbah cair (sludge) lebih sulit diolah sebab selain volumenya besar, slurry tidak dapat disimpan terlalu lama karena akan menimbulkan bau menyengat sementara apabila dibuang langsung ke lingkungan dapat menyebabkan pencemaran.
Slurry dapat ditingkatkan nilai ekonomisnya dengan diolah menjadi pupuk organik cair. Menurut Suzuki et al (2001) dalam Oman (2003), sludge yang berasal dari biogas (slurry) sangat baik untuk dijadikan pupuk karena mengandung berbagai macam unsur yang dibutuhkan oleh tumbuhan seperti P, Mg, Ca, K, Cu dan Zn. Kandungan unsur hara dalam limbah (slurry) hasil pembuatan biogas terbilang lengkap tetapi jumlahnya sedikit sehingga perlu ditingkatkan kualitasnya dengan penambahan bahan lain yang mengandung unsur hara makro dan penambahan mikroorganisme yang menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kandungan unsur Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K) pada slurry, pupuk organik cair dengan persyaratan SNI 19-7030-2004. Tujuan lain yaitu untuk mengetahui variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kandungan pupuk organik cair. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan ke masyarakat mengenai pemanfaatan slurry (limbah biogas) sebagai pupuk organik cair dan memberikan kontribusi IPTEK di Indonesia pada umumnya dan Pemerintah Kabupaten Pati pada khususnya mengenai pemanfaatan limbah biogas.
KAJIAN PUSTAKA
Salah satu hasil proses fermentasi anaerob pada instalasi biogas adalah terbentuknya limbah cair berbentuk slurry. Slurry mengalami penurunan COD sebesar 90% dari kondisi bahan awal dan perbandingan BOD/COD slurry sebesar 0,37. Nilai ini lebih kecil dari perbandingan BOD/COD limbah cair sebesar 0,5. Slurry juga mengandung lebih sedikit bakteri pathogen sehingga aman untuk digunakan sebagai pupuk (Widodo dkk, 2007).
Pupuk merupakan semua bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur seperti Nitrogen, Phosphor, Kalium dan unsur hara lainnya yang esensial bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Haga (1999) dalam Oman (2003), pupuk organik cair dapat dibuat dari bahan-bahan organik berbentuk cair (limbah organik cair) dengan cara mengomposkan dan memberi aktivator pengomposan sehingga dapat dihasilkan pupuk organik cair yang stabil dan mengandung unsur hara lengkap.
Kandungan unsur hara dalam pupuk organik tidak terlau tinggi bila dibandingkan dengan pupuk anorganik tetapi pupuk organik mempunyai keistimewaan yaitu dapat memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan daya serap dan daya simpan air sehingga secara keseluruhan dapat meningkatkan kesuburan tanah. Pengunaan pupuk organik cair mempunyai beberapa manfaat diantaranya dapat meningkatkan pembentukan klorofil daun, meningkatkan vigor tanaman sehingga tanaman menjadi kokoh serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap kekeringan (Rizqiani dkk, 2007).
Menurut Salisbury dan Ross (1995), selain mengandung unsur nitrogen yang berfungsi menyusun semua protein, asam amino dan klorofil, pupuk organik cair juga mengandung unsur hara mikro yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses sintesis protein dan pembentukan klorofil. Beberapa penelitian menunjukkan penggunaan pupuk organik cair memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman. Misalnya penelitian Rizqiani, dkk (2007) untuk tanaman buncis, Parman (2007) untuk tanaman kentang, Rahmi dan Jumiati (2007) untuk tanaman jagung manis.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – Mei 2011 bertempat di Kantor Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati. Analisa slurry dan pupuk organik cair yang meliputi kandungan Nitrogen (N), Phospor (P) dan Kalium (K) dilakukan di Wahana Laboratorium, Jalan Pawiyatan Luhur Semarang.
Slurry sebagai bahan baku utama pembuatan pupuk organik cair diperoleh dari instalasi biogas milik Bapak Darso yang terletak di Desa Sukoharjo Kecamatan Margorejo Kabupaten Pati. Proses fermentasi menggunakan bioaktivator EM-4 (Effective Microorganism-4) produksi PT. Songgolangit Persada. Dedak/bekatul ditambahkan sebagai nutrient bagi mikroorganisme.
Sebagai tempat pembuatan pupuk organik cair (reaktor) digunakan ember plastik bertutup. Setiap ember dimasukkan dedak sebanyak 1 kilogram dan EM-4 100 ml. Pengenceran slurry divariasikan dengan perbandingan slurry dan air setiap reaktor seperti yang tersaji pada tabel 1. Campuran slurry, air, dedak dan EM-4 difermentasikan secara anaerob selama 30 hari. Hasil fermentasi disaring untuk mendapatkan produk pupuk organik cair.
Tabel 1. Perbandingan Slurry Air
Kode Reaktor | Slurry (liter) | Air (liter) |
A | 1 | 5 |
B | 2 | 4 |
C | 3 | 3 |
D | 4 | 2 |
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisa kandungan N, P dan K pada slurry dan pupuk organik serta perbandingannya dengan SNI 19-7030-2004 disajikan pada tabel 2. Hasil analisa menunjukkan bahwa kandungan N, P dan K pada slurry dan pupuk organik sesuai dengan standar kompos yang ditetapkan SNI 19-7030-2004.
Tabel 2. Hasil Pengukuran Pupuk Organik Cair
| Satuan | A | B | C | D | E | SNI 19-7030-2004 |
N | % | 1,28 | 1,13 | 1,22 | 1,03 | 0,53 | > 0.40 |
P | % | 0,83 | 0,77 | 0,90 | 0,79 | 0,56 | > 0.10 |
K | % | 9,77 | 9,87 | 9,70 | 9,94 | 4,40 | > 0.20 |
Sumber : Hasil Pengukuran (2011) dan SNI 19-7030-2004.
Dengan A: Pupuk dari reaktor A; B: Pupuk dari reaktor B; C: Pupuk dari reaktor C; D: Pupuk dari reaktor D dan E: Slurry murni
Analisa Nitrogen
Menurut Parman (2007) nitrogen dalam pupuk organik cair berfungsi untuk menyusun protein yang berfungsi pada metabolisme tanaman yang selanjutnya akan memacu pembelahan dan pemanjangan sel. Semakin tinggi kandungan nitrogen pada bahan organik semakin baik pula bahan tersebut untuk digunakan sebagai pupuk. Kandungan nitrogen pada slurry dan pupuk organik disajikan pada gambar 1.
Gambar 1. Kandungan N (%) Pada Sampel Pupuk
Kandungan N pada slurry (E) (0,53%) sudah diatas persyaratan SNI kandungan N kompos (>0,4%) artinya slurry sudah bisa digunakan langsung sebagai pupuk nitrogen bagi tanaman. Kandungan N pada pupuk organik cair (A, B, C dan D) jauh diatas kandungan N pada slurry. Hal ini disebabkan adanya penambahan EM-4 yang mengandung bakteri pengikat nitrogen. Menurut Larptansuphaphol (2009), EM-4 mengandung bakteri Rhodopseudomonas sp yang mampu meningkatkan kandungan N, P dan K pada pembuatan pupuk organik.
Penambahan dedak juga mengakibatkan kenaikan kandungan nitrogen. Kandungan protein dedak padi berkisar antara 12-15% (Rukmini, 1988). Protein pada dedak akan mengalami dekomposisi menjadi unsur-unsur yang salah satunya adalah nitrogen. Kandungan N tertinggi diperoleh pada pupuk organik jenis A (1,28%), hal ini disebabkan kondisi campuran bahan pada reaktor yang lebih encer. Kondisi ini menyebabkan mikroorganisme hidup pada keadaan lingkungan yang menguntungkan.
Analisa Phosphor
Menurut Poerwowidodo (1992), Phospor berperan dalam proses penyimpanan dan pemindahan energi untuk sintesis karbohidrat, protein dan proses fotosintesis. Kandungan phospor (P) pada slurry dan pupuk organik disajikan pada gambar 2.